Pejuang Wanita Papua Herlina
''Pending Emas'' Tutup Usia
Pejuang pembebasan Irian
Barat (Papua saat ini), Herlina Kasim atau Herlina
Pending Emas, tutup usia di Jakarta, pada Selasa malam (17/1), di usia 75
tahun. Menurut petugas RSPAD Gatot Subroto, tempat Herlina dirawat, pejuang
Trikora itu menghembuskan napas terakhir pada pukul 22.45 WIB, dan jenazahnya
kini berada di rumah duka rumah sakit kepresidenan tersebut.
Jenazah satu-satunya perempuan sukarelawan operasi pembebasan Irian Barat dari penjajahan Belanda tahun 1961-1963 itu akan dimakamkan di Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, pada Rabu siang.
"Ibu sudah mengamanahkan demikian. Beliau tidak mau disemayamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta," kata Rigel Wahyu Nugroho, anak
laki-laki Herlina, kepada Antara, di rumah duka RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta,
Rabu dinihari (18/1).
Menurut Rigel, jenazah penerima penghargaan Pending Emas dari Presiden Soekarno itu, sudah dirawat di rumah sakit selama 13 hari terakhir karena penyakit komplikasi. "Pada pukul 22.15 WIB (Selasa) dokter menyatakan bahwa ibu sudah tidak bisa diselamatkan," kata Rigel.
Bung Karno menganugerahi Herlina Pending Emas, berupa sabuk emas seberat setengah kilogram serta uang Rp10 juta, atas jasa Herlina yang turut bergerilya dalam Tri Komando Rakyat (Trikora). Trikora merupakan operasi oleh relawan sipil dengan tugas penyusupan dan penyerangan terbuka di sejumlah wilayah strategis Papua.
Operasi Trikora merupakan pelengkap operasi Mandala, yang dilakukan satuan militer di bawah komando Mayor Jenderal Soeharto.
Dalam operasi Trikora, Herlina ditugaskan bersama 20 sukarelawan sipil lain di hutan-hutan Papua, yang saat itu masih bernama Irian Barat. Dia adalah satu-satunya perempuan di antara ratusan relawan yang terbagi menjadi 10 kompi.
Sebelum mendaftarkan diri dalam operasi Trikora, Herlina adalah seorang jurnalis di Maluku, yang dikenal punya hubungan dekat dengan satuan militer setempat.
Atas keberaniannya sebagai perempuan gerilyawan itulah Soekarno memberi penghargaan Pending Emas.
Namun, dia kemudian mengembalikan penghargaan itu kepada negara untuk menunjukkan niat tulusnya membebaskan Papua. "Ibu mengembalikan penghargaan itu karena memang niatnya tulus berjuang untuk kemerdekaan Papua," kata Rigel.
Artikel asli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar